Rabu, 05 Desember 2012

MOBILITAS SOSIAL


A.    PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas Sosial  (social mobility), menurut Paul B. Horton, diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari  satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya, atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata lainnya.
B.     BENTUK MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas Sosial Horizontal
Mobilitas sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas sosial ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang, misalnya peralihan kewarganegaraan atau pekerjaan.  Sebagai contoh, Pak Nano pada awalnya adalah seorang guru matematika di SMK, karena tidak ada kecocokan di tempat kerjanya, ia memutuskan untuk pindah menjadi guru matematika di SMA. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pada diri pak Nano tidak ada perubahan status. Ia tetap sebagai guru pengajar matematika di sekolah yang sederajat.
            Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial tertentu ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai  dengan arahnya, maka terdapat dua jenis mobilitas sosial, yaitu mobilitas sosial vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking).
Mobilitas sosial vertikal ke atas mempunyai dua bentuk yang utama.
1.      Masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi
2.      Membentuk kelompok baru
Mobilias sosial vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama.
1.      Turunnya kedudukan
Pada bentuk ini, kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah.
2.      Turunnya derajat kelompok
Pada bentuk ini, derajat sekelompok individu dan kelompok merupakan satu kesatuan.
Mobilitas Antargenerasi, Intragenerasi, dan Gerak Sosial Geografis
1.      Mobilitas Antargenerasi
Secara umum, mobilitas antargenerasi berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik maupun turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Sebagai contoh, Pak Parjo adalah seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga SD, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara.
2.      Mobilitas Intragenerasi
Mobilitas ini adalah peralihan status sosial yang terjadi dalam satu generasi yang sama. Mobilitas intragenerasi adalah mobilitas yang terjadi di dalam satu kelompok generasi yang

sama. Contohnya adalah gerak sosial yang terjadi pada zaman kemerdekaan. Kemerdekaan memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk berpindah status.
Berikut ini, contoh mobilitas intragenerasi.
·         Banyak mantan pejuang kemerdekaan yang beralih profesi menjadi pengusaha.
·         Pemuda angkatan 90-an memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan iptek karena hidup di tengah-tengah era globalisasi dan industrialisasi.
3.      Gerak sosial geografis
Gerak sosial geografis adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke daerah lain, misalnya transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.
Contoh gerak sosial geografis adalah sebagai berikut.
·         Banyak warga masyarakat desa yang dulunya petani mengadu nasib di kota-kota besar, tetapi sekarang menjadi pedagang, sopir, dan pembantu rumah tangga.
·         Banyak warga di sekitar gunung berapi pindah ke daerah pantai karena gunung itu akan meletus.
C.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS SOSIAL
Faktor Pendorong Mobilitas Sosial
1.      Perubahan kondisi sosial
2.      Ekspansi teritorial (peluasan daerah) dan gerak populasi
3.      Komunikasi yang bebas
4.      Pembagian kerja
5.      Tingkat fertilitas (kelahiran) yang berbeda
6.      Situasi politik
Faktor Penghambat Mobilitas Sosial
1.      Perbedaan rasial dan agama
2.      Diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka
3.      Kelas-kelas sosial
4.      Kemiskinan
5.      Perbedaan jenis kelamin (gender) dalam masyarakat
D.    CARA MELAKUKAN MOBILITAS SOSIAL DAN SALURANNYA
Cara Mobilitas Sosial
1.      Perubahan standar hidup
2.      Perubahan tempat tinggal
3.      Perubahan tingkah laku
4.      Perubahan nama
5.      Pernikahan
6.      Bergabung (berafiliasi) dengan asosiasi tertentu
Saluran Mobilitas Sosial
Dalam gerak sosial, terutama gerak sosial ke atas, menurut Pitirim A. Sorokin (1960), terdapat saluran-saluran tertentu dalam masyarakat. Proses gerak sosial vertikal melalui saluran-saluran tersebut disebut social circulation (sirkulasi sosial). Saluran-saluran tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Angakatan bersenjata
2.      Lembaga-lembaga keagamaan
3.      Lembaga pendidikan
4.      Organisasi politik
5.      Organisasi ekonomi
6.      Organisasi keahlian
7.      Saluran pernikahan
E.     HUBUNGAN MOBILITAS SOSIAL DENGAN STRUKTUR SOSIAL
Gejala naik dan turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi tersebut juga mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi itu dapat berbentuk konflik. Berikut ini berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam masyarakat akibat terjadinya mobilitas.
1.      Konflik antarkelas
2.      Konflik antarkelompok sosial
3.      Konflik antargenerasi
4.      Penyesuaian kembali
Di samping dampak negatif, mobilitas sosial juga berdampak positif, antara lain:
1.      Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata.
2.      Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Sumber:
Kun Maryati dan Juju Suryawati. 2007. Sosiologi 2 untuk SMA / MA Kelas XI. Jakarta: Esis. 

KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL


KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL
A.    PENGARUH DIFERENSISASI SOSIAL DAN STRATIFIKASI SOSIAL
Secara umum, diferensiasi dan stratifikasi sosial memberikan pengaruh positif dan negatif kepada masyarakat. Pengaruh positifnya, diferensiasi dan stratifikasi sosial dapat mendorong terjadinya integrasi sosial sedangkan pengaruh negatifnya adalah menimbulkan primordialisme, etnosentrisme, politik aliran, dan terjadinya proses konsolidasi.
            Primordialisme
Primordialisme merupakan pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak semula melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama.
Primordialisme dapat terjadi karena faktor-faktor  berikut:
1.      Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan sosial.
2.      Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok atau kesatuan sosial dari ancaman luar.
3.      Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai keagamaan dan pandangan.
Primordialisme sebagai identitas sebuah golongan atau kelompok sosial merupakan faaktor penting untuk memperkuat ikatan golongan atau kelompok yang bersangkutan, terutama dalam menghadapi ancaman dari luar. Namun seiring dengan itu, primordialisme juga dapat membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap golongan atau kelompok sosial lain. Hal ini tentu merupakan potensi konflik yang dapat mengganggu integrasi sosial.
Etnosentrisme
Primordialisme yang berlebihan juga akan menghasilkan sebuah pandangan subyektif yang disebut etnosentrisme atau fanatisme suku bangsa. Etnosentrisme adalah suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya. Karena yang dipakai adalah ukuran-ukuran masyarakatnya, maka orang akan selalu menganggap kebudayaannya  memiliki nilai lebih tinggi daripada kebudayaan masyarakat lain.
Namun, etnosentrisme juga memiliki segi-segi positif yaitu:
1.      Dapat menjaga keutuhan dan kestabilan budaya;
2.      Dapat mempertinggi semangat pratiotisme dan kesetiaan kepada bangsa, dan
3.      Dapat memperteguh rasa cinta terhadap kebudayaan atau bangsa.
Politik Aliran
Politik aliran merupakan keadaan dimana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sejumlah organisasi massa (ormas), baik formal maupun informal. Tali pengikat antara kelompok dan organisasi-organisasi masaa ini adalah ideologi atau aliran (sekte) tertentu.
Konsolidasi
Konsolidasi berasal dari kata consolidation yang berarti penguatan atau pengukuhan. Secara politis, konsolidasi merupakan usaha untuk menata kembali atau memperkuat suatu himpunan atau organisasi yang dinilai terancam perpecahan. Usaha menata dan memperkuat himpunan itu dapat dilakukan dengan cara menetapkan kelompok lain sebagai musuh bersama. Dengan cara ini, akan timbul rasa senasib, seperjuangan, dan solidaritas yang dapat memperkuat ikatan antaranggota himpunan.
B.     KONFLIK SOSIAL
Pengertian Konflik Sosial
Kata konflik berasal dari bahasa Latin configere yang artinya saling memukul. Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), konflik dapat didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Dengan demikian secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang bersangkutan , tidak selaras, dan bertentangan.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Soerjono Soekanto menyebut konflik sebagai suatu proses individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, yang disertai dengan ancaman/kekerasan.
Lewis A.Coser berpendapat bahwa konflik konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai, atau tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan.
Gillin dan Gillin melihat konflik sebagai bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan (oppositional process). Artinya, konflik adalah bagian dari sebuah proses interaksi sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku.
Faktor-faktor Penyebab Konflik
Soerjono Soekanto mengemukakan empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yakni:
1.      perbedaan antarindividu,
2.      perbedaan kebudayaan,
3.      perbedaan kepentingan,dan
4.      perubahan sosial.

Bentuk-bentuk Konflik
Berdasarkan bentuknya, Lewis A. Coser membedakan konflik atas dua bentuk, yakni konflik realistis dan konflik nonrealistis.
1.      Konflik realistis berasal dari kekcewaan individu atau kelompok terhadap sistem dan tuntutan-tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial. Para karyawan yang mengadakan pemogokan melawan manajemen perusahaan merupakan salah satu contoh realistis.
2.      Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persiapan yang antagonis (berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan ketegangan.
Ahli lain, Dahrendorf membedakan konflik atas empat macam, yaitu sebagai berikut.
1.      Konflik-konflik diantara peranan-peranan sosial.
2.      Konflik-konflik diantara kelompok-kelompok sosial.
3.      Konflik-konflik diantara kelompok-kelompok yang terorganisasi dan tidak terorganisasi.
4.      Konflik-konflik diantara satuan nasional, seperti antara partai politik, antara negara-negara, atau antara organisasi-organisasi internasional.
Soerjono Soekanto menyebutkan lima bentuk khusus konflik atau pertentangan yang terjadi dalam masyarakat.
1.      Konflik atau pertentangan pribadi.
2.      Konflik atau pertentangan rasial.
3.      Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial.
4.      Konflik atau pertentangan politik.
5.      Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional.
Dampak Sebuah Konflik
Segi positif suatu konflik adalah sebagai berikut.
1.      Konflik dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih masih belum tuntas ditelaah.
2.      Konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nilai-nilai, serta hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok.
3.      Konflik meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok  (in group solidarity) yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
4.      Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok.
5.      Konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru.
6.      Konflik dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
7.      Konflik memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada dalam kekuatan yang seimbang.
Segi negatif suatu konflik adalah sebagai berikut.
1.      Keretakan hubungan antarindividu dan persatuan kelompok.
2.      Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
3.      Berubahnya kepribadian para individu.
4.      Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
Konflik dan Kekerasan
Kekerasan adalah bentuk lanjutan dari sebuah konflik sosial.
Dalam KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakaan fisik atau barang orang lain.
Dalam kehiupan sehari-hari, kekerasan identik dengan tindakan melukai orang lain dengan sengaja, membunuh, atau memperkosa. Kekerasan seperti itu sering disebut sebagai kekerasan langsung (direct violence). Sedangkan kekerasan yang digolongkan sebagai kekerasan tidak langsung (indirect violence), contohnya tindakan membiarkan seorang pencuri dihakimi massa.
N.J Smelser meneliti kekerasan yang bersifat massal atau kerusuhan. Menurutnya, ada lima tahap dalam kerusuhan massal. Kelima tahap itu berlangsung secara kronologis (berurutan) dan tidak dapat terjadi satu atau dua tahap saja.
1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu.
2. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan normayang sudah dilanggar.
3. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu.
4. Tahapan berikutnya adalah mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak.
5. Kontrol sosial yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan atau kerusuhan.
Teori-Teori tentang Kekerasan
1.      Teori Faktor Individual
Beberrapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku inividu.
2.      Teori Faktor Kelompok
Beberapa ahli lain mengemukakan pandangan bahwa indiviu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama, atau etnik. Benturan antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.
3.      Teori Dinamika Kelompok
Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif (kehilangan rasa memiliki) yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat tiak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan nilai masyarakatnya.
Cara Pengendalian Konflik dan Kekerasan
Ada tiga syarat agar sebuah konflik tidak berakhir dengan kekerasan.
1.      Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka.
2.      Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin bisa dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisasi dengan jelas.
3.      Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan main tertentu yang telah disepakati.
Pada umumnya masyarakat memiliki sarana atau mekanisme untuk mengendalikan konflik di dalam tubuhnya. Beberapa ahli menyebutnya sebagai katup penyelamat (safety value), yaitu suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik.
Secara umum, ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi.
Konsiliasi
Bentuk pengendalian konflik seperti ini dilakukan melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak yang bertikai. Contoh bentuk pengendalian konflik ini adalah melalui lembaga perwakilan rakyat.
Mediasi
Pengendalian konflik dengan cara mediasi dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga ini akan memberikan pemikiran atau nasihat-nasihatnya tentang cara terbaik dalam menyelesaikan pertentangan mereka.
Arbitrasi
Arbitrasi atau perwasitan umumnya dilakukan apabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik.
C.    INTEGRASI SOSIAL
Pengertian Integrasi Sosial
Integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebut dapat meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama, bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan norma.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang dibangun termasuk nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosialnya. Menurut William F.Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat terjadinya suatu integrasi sosial adalah sebagai berikut.
1.      Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan mereka. Hal itu berarti kebutuhan fisik dan sosialnya dapat dipenuhi oleh sistem sosial mereka.
2.      Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan (consensus) bersama mengenai norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman dalam berinteraksi antara satu dan lainnya, termasuk menyepakati hal-hal yang dilarang menurut kebudayaannya.
3.      Norma- norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama, tidak mudah berubah, dan dijalankan secara konsisten oleh seluruh anggota masyarakat.
Suatu integrasi sosial dapat berlangsung cepat atau lambat, tergantung pada faktor-faktor berikut.
1.      Homogenitas kelompok
Dalam kelompok atau masyarakat yang tingkat kemajemukannya rendah, integrasi sosial akan mudah dicapai. Sebaliknya, dalam dalam kelompok atau masyarakat majemuk, integrasi sosial akan sulit dicapai dan memakan waktu yang sangat lama.
2.      Besar kecilnya kelompok
Umumnya, dalam kelompok yang kecil, tingkat kemajemukan anggotanya relatif rendah sehingga integrasi sosialnya akan lebih mudah tercapai. Hal itu disebabkan, dalam kelompok kecil, hubungan sosial antar anggotanya terjadi secara intensif sehingga komunikasi dan tukar menukar budaya akan semakin cepat.
3.      Mobilitas geografis
Anggota kelompok yang baru datang tentu harus menyesuaikan diri dengan identitas masyarakat yang ditujunya. Namun, semakin sering anggota masyarakat datang dan pergi, akan semakin sulit pula proses integrasi sosial.
4.      Efektifitas komunikasi
Efektifitas komunikasi yang baik dalam masyarakat juga akan mempercepat integrasi sosial.
Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial
Integrasi sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk berikut.
1.      Integrasi Normatif
Integrasi normatif dapat diartikan sebagai sebuah bentuk integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, bangsa Indonesia dipersatukan oleh prinsip Bhineka Tunggal Ika.
2.      Integrasi Fungsional
Integrasi fungsional terbentuknya karena ada fungsi-fungsi tertentu dalam masyarakat. Sebuah integrasi dapat terbentuk dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing pihak yang ada dalam sebuah masyarakat.
3.      Integrasi Koersif
Integrasi koersif terbentuk berdasarkan kekuasaan yang dimiliki penguasa. Dalam hal ini penguasa menerapkan cara-cara koersif (kekerasan).
Tahapan integrasi sosial adalah sebagai berikut: Akomodasi, Kerjasama, Koordinasi, Asimilasi.
Integrasi sosial adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap. Proses itu dapat bermula dari akomodasi keinginan berbagai pihak untuk bekerja sama. Hal ini dapat timbul karena kesadaran mereka atas kepentingan yang sama. Pada saat yang sama, mereka memiliki cukup pengetahuan dan pengendalian terhaap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut,. Kemudian proses itu dilanjutkan dengan berbagai bentuk kerjasama. Dalam proses kerjasama itu, masing-masing pihak berusaha mengatasi perbedaan dan mengakomodasi keinginan, harapan, atau kebutuhan satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, masing-masing pihak berusaha mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Masing-masing pihak tidak lagi membedakan dirinya dengan anggota lainnya pada saat itu. Batas-batas diantara mereka akan hilang dan melebur menjadi satu. Hal ini menunjukkan bahwa integrasi sosial telah tercapai.
Proses integrasi dapat dilihat melalui proses-proses berikut.
Asimilasi (assimilation)
Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok dalam masyarakat.
Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda.
Kebudayaan asing akan relatif mudah diterima apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini.
1.      Tidak ada hambatan geografis, seperti daerah yang sulit dijangkau.
2.      Kebudayaan yang datang memberikan manfaat yang lebih besar bila dibandingkan dengan kebudayaan yang lama.
3.      Adanya persamaan dengan unsur-unsur kebudayaan lama.
4.      Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan tertentu.
5.      Kebudayaan itu bersifat kebendaan.
Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Sosial
Integrasi sosial, sebagai sebuah proses sosial, dapat dicapai karena adanya berbagai faktor internal dan eksternal yang mendorong proses tersebut. Sebagaimana dalam proses asimilasi, integrasi sosial dapat dicapai karena adanya faktor-faktor berikut.
1.      Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda.
2.      Kesempatan yang seimbang dalam ekonomi bagi berbagai golongan masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
3.      Sikap saling menghargai orang lain dengan kebudayaannya.
4.      Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5.      Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
6.      Perkawinan campuran (amalgamation).
7.      Adanya musuh bersama dari luar.
sSumber:
   Kun Maryati dan Juju Suryawati. 2007. Sosiologi 2 untuk SMA / MA Kelas XI. Jakarta: Esis.